Wednesday 18 December 2013

Orang Aceh Selatan Kebal?

Dok. Pribadi
Pertengahan Nopember 2013, saya berkenalan dengan seorang lelaki berumur 30-an. Setelah saling betanya panjang lebar tentang diri masing-masing, lalu sampai pada pertanyaan asal daerah. Saya dengan tidak ragu mengatakan berasal dari Aceh Selatan. Dan lelaki itu langsung memegang tangan saya dan berkata, “Apa kamu ada bawa oleh-oleh dari kampung, Dek?” Saya bingung. “Oleh-oleh? Maksudnya, Bang?” saya mengembalikan pertanyaan pada lelaki itu. Ternyata yang dimaksud “oleh-oleh” adalah ilmu kebal. Duh.. padahal saya tidak punya ilmu tersebut. Kenapa bisa muncul pertanyaan seperti ini?


Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang-orang dari daerah Barat-Selatan Aceh khususnya Aceh Selatan & Abdya dianggap kebal dan punya jampi-jampi atau mantra. Ini dinamakaan dengan stereotipe yang berarti penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan (Wikipedia).

Stereotipe seperti ini sebenarnya sangat mengganggu bagi saya dan juga bagi orang-orang Aceh Selatan lainnya. Karena ada kawan-kawan yang berusaha membuat jarak pertemanan ketika ia mengetahui saya dari Aceh Selatan, apalagi saya adalah tipe pendiam.

Memang tidak bisa dinafikan memang ada orang-orang disana mengamalkan ilmu tersebut ilmu tersebut. Tapi bukan berarti semua. Bukan kah di daerah lain juga ada? Masih ingat berita tentang seorang yang dukun yang dibakar oleh warga di Bireuen?! Saya juga pernah mendengar cerita dari kakak kandung saya ketika ia mondok di Pesantren Babun Najah, Banda Aceh, santri disitu pernah disantet yang menyebabkan tiap malam santri kerasukan mecapai puluhan orang. Bukan kah ini terjadi dalam perkotaan?

Stereotipe jadi “senjata”

Seorang kawan saya dari Aceh Selatan juga pernah bercerita. Ia merupakan salah satu mahasiswa salah satu universitas di Banda Aceh. Suatu hari terjadi kerusuhan di kampus tersebut antara dua kubu yang berbeda pendapat. Ia termasuk dalam salah satu anggtot dari kedua kubu itu.

Perkelahian pun terjadi. Tiba-tiba Si Kawan dihadang oleh salah seorang “lawan” yang tubuhnya lebih besar dan tinggi. Mustahil ia melawan. Bajunya dipengang dengan tangan kiri Si Lawan”, dan tangan kanan sudah dikepal dan siap diarah ke mukanya. Tak ada cara untuk meloloskan diri. Ia terdesak. Lalu ia berkata kepada “Si lawan”, “ Aku orang Aceh Selatan, Bang...” Tiba-tiba “hadiah bogem” itu tak jadi diledakkan di mukanya.

Ada satu kisah lagi. Ada seorang pemuda dari kampung saya, namanya Alimat. Beberapa tahun lalu ia merantau ke Banda Aceh untuk berkerja. Suatu hari ia bermain Voly bersama pemuda-pemuda kampung di tempat ia menetap. Lalu terjadi keributan. Entah apa penyebabnya. Tiba-tiba ada seorang berlari ke arahnya dengan membawa parang yang siap ditebas ke arah Alimat. Alimat harus memutar otak supaya lolos. Lari tak mungkin lagi. Dan ia membuka bajunya, lalu berteriak, “Ka tak ju, lon awak Aceh Selatan, lon keubaiiii...!!” Sama seperti cerita sebelumnya di atas, Si Penebas tak jadi menebas manusia karena mendengar kalimat “orang Aceh Selatan”.

Andai saja Si Penebas benar-benar menebas, maka tamat lah riwayat hidup Alimat. Karena ia tidak kebal. Namun tipu dayanya berhasil menyelamatkan nyawanya.

Stereotipe ini kadang mengalahkan sebutan Aceh Selatan sebgai tempat “produksi” ulama-ulama Aceh. Disana pernah lahir seorang ulama kharismatik Aceh, Abuya Syeh Muda Wali Al-Chalidy. Ia mendirikan dayah Darussalam. Konon ulama-ulama besar di Aceh sebagian besar merupakan Alumni dayah Darussalam. Dayah ini dari dulu sampai sekarang masih saja ramai dihuni oleh santri dari seluruh Aceh.

Aceh Selatan merupakan salah satu korban stereotipe itu. Pastinya, stereotipe bisa menciptakan tembok penghalang bagi kita untuk bergaul.


12 comments:

  1. Sebagai orang berdarah Aceh Selatan, apa yang ditulis di atas memang benar. Kadang-kadang jika berhadapan dengan orang-orang yang bereaksi negatif ketika tau kita berasal dari Aceh Selatan, harus pula menjelaskan panjang lebar tentang yang sebenarnya. :D

    ReplyDelete
  2. Terima kasih, Bang, atas komennya....

    ReplyDelete
  3. benar sekali yang ditulis ini, saya juga pernah mendengar dan meliat langsung saat orang selatan di-bully sama orang aceh lainnya.
    Very nice

    ReplyDelete
  4. mantap tgk........
    semoga orang-orang dapat mengenal Aceh Selatan lebih dalam....:D

    ReplyDelete
    Replies
    1. kabeutoi tgk,,,,tanyo hana ata nyan...haha

      Delete
  5. Sekali lagi jika dasarnya hanya kepada penilaian yg hanya mnjdi paradigma masyrkt tnpa diketahui kebenarannya, itu tdk hanya terjadi di aceh selatan. Banyak daerah lain yg mmbawa stereotipe dg model yg berbeda. Pintar2 kita nya lah dlm berpikir dan menganalisa, mana yg bnr baik dan tidak. Dan cuma dr kita lah bisa menjelaskan ke mereka kalp semuanya tidak seperti yg mereka pikirkan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya kak...sebagai orang Aceh Selatan saya coba menjelaskan tentang yg sebenarnya terhadap setereotipe yg berkembang selama berpuluh-puluh tahun.....

      Delete
  6. Ada kawan ane yg ga suka dg org Asel, katanya punya ilmu yg ga bagus, yg lucunya dia blgnya sama ane, dia ga tau klo ane keturunan Asel.. Ane sih senyum2 aja.

    ReplyDelete
    Replies
    1. kalo ada kawan seperti itu perlu diragukan cara berfikirnya...

      Delete

Jatuh Cinta Pada Lagu "Keumang" Joel Pasee

Itu lah lirik lagu "Keumang" yang didendangkan oleh Joel Pasee, seorang penyanyi kondang Aceh juga mantan vokalis grup musik Et...